Meraup Keuntungan Besar Lewat Ternak Bebek
Lebih untung dengan bebek.
1.000 ekor tiap hari pasaran. Tetap menguntungkan dibanding dengan unggas lain, meng-usahakan bebek memang selalu menguntungkan. Lihat saja di Desa Bitin, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten HSU. Walaupun di desa itu ada 42 orang peternak bebek anggota koperasi ternak (yang belum anggota tidak tercatat jumlahnya), namun usaha ini tetap saja menguntungkan. Padahal, waktu pemasarannya serentak sama, yaitu pada hari Rabu.
"Keuntungan bersih yang saya peroleh Rp 500.000,00 per minggu," aku H.Hamdan, peternak dan sekaligus, ketua koperasi itu. Menurut perhitungan H. Hamdan, dari 1650 ekor bebek yang baru bertelur 60%-an, ia memperoleh hasil telur 1.100 butir setiap harinya. Dengan harga rata-rata per butir Rp 175,00, maka pendapatan Hamdan ialah Rp 192.500, atau seminggunya meraih Rp 1.347.500,00. Jika dikurangi dengan penyusutan kandang (biaya pembuatan kandang Rp 1.500.000,00 dengan kekuatan 5 tahun) sebesar Rp 833,00 perhari, lalu untuk pakan seharga Rp 75,00 /ekor/hari, dan upah untuk 2 orang per hari sebesar Rp 3.500,00; maka keuntungan bersih yang Hamdan, per hari rata-rata Rp 64.400,00.
Potensi bebek alabio
Bagi masyarakat di luar Sumsel, istilah alabio lebih diketahui sebagai nama bebek unggul, bukan nama suatu kecamatan di Sulawesi Selatan. bebek Alabio memang menjadi lebih populer dibanding dengan nama kecamatan itu sendiri. Padahal nama bebek "Alabio" berasal dari nama kecamatan tempat bebek itu biasa dipasarkan. Asal-usul bebek alabio belum diketahui dengan pasti. Ada yang menyebutkan bahwa bebek ini asli Sulawesi Selatan. Akan tetapi ada pula yang menduga bebek alabio berasal dari Capri atau Filipina. Namun, karena sudah cukup lama beradaptasi dengan lingkungan, bebek alabio dapat dianggap sebagai bebek lokal Sumsel. Jenis bebek ini baru mulai dikenal dan dikembangkan secara homogen oleh para peternak setempat pada awal tahun enam puluhan.
Bentuk fisik bebek Alabio adalah bentuk fisik bebek petelur (Indian Runner) seperti bebek Tegal atau Majalengka. Tetapi dalam keadaan berdiri tubuh bebek Alabio membentuk sudut 45 derajat sedangkan bebek Tegal atau Majalengka mampu tegak lurus. Berat badan, bebek Alabio lebih berat, bisa 1,6 - 1,7 kg, sementara bebek Tegal atau Majalengka hanya 1,5 kg. Warna bulu, bebek Alabio putih keabuan berbintik cokelat dengan bagian sayap ungu. Warna bulu bebek Tegal dan Majalengka cenderung cokelat tua, sementara bebek Bali berwarna putih dengan jambul di kepalanya. Ciri lain yang khas ialah paruh dan kakinya berwarna kuning jingga. Sedang bebek Jawa paruh dan kakinya hitam. Ukuran bebek alabio lebih kecil dan lebih ringan, yaitu sekitar 60 gr. Sedangkan bebek Tegal dan Majalengka rata-rata 70 gram. Namun, sekalipun ukurannya lebih kecil, tingkat produktifitas telurnya paling tinggi yakni, bisa mencapai 265 butir lebih per tahun. Sedangkan bebek Tegal atau Majalengka di bawah 250 butir/ekor/tahun.
Peluangnya masih besar
Meskipun populasi bebek lebih rendah dibanding ayam ras atau ayam kampung, namun karena produktifitasnya yang tinggi, hasil telur bebek tidaklah kalah dibanding dengan unggas lain. Malah, jika dibanding dengan ayam kampung, produksi telurnya sangatlah mencolok jauh. Apalagi jika pengusahaannya dilakukan secara intensif dan benar. Contohnya saja Sulawesi Selatan. Data yang diperoleh dari Dinas Peternakan setempat, populasi bebek (lihat tabel) tahun 1988 mencapai 2.245.943 ekor, hanya setengah dari populasi ayam kampung yang 4.316.238 ekor. Namun, produksi telurnya bisa mencapai 14.132.470 kg, sementara ayam kampung hanya 2.255.820 kg. Angka ini lebih mencolok lagi bila dibanding hasil yang diperoleh kabupaten HSU, pusatnya bebek alabio di Sulawesi Selatan.
Dari catatan Dinas Peternakan daerah itu, populasi bebek tahun 1989 mencapai 861.393 ekor dengan 37.381.300 butir telur, sedangkan ayam buras yang populasinya mencapai 560.000 ekor hanya mampu memproduksi telur sebanyak 3.725.600 butir. Melihat produktifitasnya yang tinggi, jelas bebek mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Sampai saat ini, telur bebek masih dikonsumsi secara nasional. Malah, untuk beberapa keperluan seperti pembuatan martabak dan diasin, telur bebek tidak dapat digantikan oleh telur lain. Peluangnya pun kini lebih besar lagi , setelah peternak ayam ras banyak yang "gulung tikar". Produksi ayam ras yang turun, diharapkan bisa dipenuhi dari bebek.
Namun demikian, jumlah dan kemampuan besar yang dicapai Sulawesi Selatan, ternyata belum bisa memenuhi besarnya permintaan yang ada. Hal ini menurut Prajoko, wakil Kepala Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan karena ada permintaan yang terus mengalir dari daerah lain di Sulawesi. Malah diakui Projoko, untuk D.O.D-nya, permintaannya datang dari beberapa kota di Jawa, Indramayu, Maluku, Sulawesi, Sumatera, dan belum lama berselang ada juga dari Venice. "Padahal untuk mencukupi Sulawesi Selatan saja masih kurang," keluhnya. Hal serupa juga diakui oleh Supriyadi, kepala Cabang Dinas Peternakan, Kabupaten Hulu Sungai Utara (Amuntai).
Menurut Supriyadi, sekalipun di kabupaten itu diperkirakan populasi bebek sebenarnya cukup besar, yaitu 1 juta ekor, namun jumlah itu belum bisa memenuhi permintaan yang masuk dari daerah lain. "Di sini saja sudah habis," katanya. Karena keadaannya demikian, banyak pembeli yang akhirnya datang sendiri ke Amuntai. Lebih repot lagi ternyata permintaan yang datang ke Aliansyah, peternak yang juga pedagang bebek dara (menjelang bertelur) dari Desa Teluk Baru, Amuntai Selatan. "Kalau dituruti permintaan itu, selalu datang setiap hari," kata peternak yang mengaku setiap hari terima pesanan sampai mencapai 1.000 ekor itu. Namun, lagi-lagi permintaan itu tidak semuanya bisa dilayani karena untuk membesarkan sampai bebek dara ia membutuhkan waktu sampai 6 bulan.
Sudah profesional
Kekurangan bibit di Sulawesi Selatan bukan karena teknik beternak di daerah itu yang rendah, akan tetapi karena memang permintaannya tinggi dan datang dari berbagai daerah di Indonesia. Dibanding dengan di Jawa, atau daerah lain di Sulawesi, teknik beternak di Hulu Sungai Utara sudah lebih maju. Lebih-lebih dalam memproduksi d.o.d kita akan kesulitan memperolehnya di daerah lain. Karena, sampai saat ini belum ada farm yang sengaja memproduksi bibit bebek seperti ayam ras. Begitu juga pengelolaan yang sudah mengarah ke profesionalisme.' bebek tidak lagi dipelihara dengan cara diumbar tapi sudah intensif di kandang. Tidak cuma itu, untuk mengatur produksi dan pemasaran tiap daerah mempunyai spesialisasi yang berbeda. Desa Mamar misalnya, hanya khusus untuk penetasan bibit sementara untuk produksi telur konsumsi dan telur tetas dilakukan di Danau Panggang. Sehingga bila ada kemajuan atau permintaan yang tinggi, semua tempat itu ikut terangkat.
Berbeda dengan di tempat lain, seperti Jawa misalnya, kekurangan telur disebabkan oleh teknik budidayanya yang rata-rata memang belum benar. "Telur yang dikirim sering kurang karena bebeknya masih diumbar," tutur WHF, pedagang telur dari Pasar Senen, Jakarta. Akibatnya, tentu saja harga telur bebek di Jawa menjadi mahal. Dalam kondisi demikian, kini konsumen di Jawa banyak yang beralih ke telur ayam ras karena lebih murah. Namun jangan salah, telur bebek pun bisa menjadi laris kembali jika pola atau teknik yang ada di Kabupaten HSU bisa diterapkan di Jawa. Apalagi kalau dilihat potensinya, populasi bebek di Jawa lebih tinggi. Dari data BPS tahun 1987, populasi bebek ada 9.345.097 ekor. Begitu juga soal bibit, kini bukanlah masalah. "Seminggu 200.000 ekor bisa dipenuhi dari anggota KUD ini," tantang Anang Baharsyah, Sekretaris KUD "Sekawan", Desa Mamar, Kecamatan Amuntai Selatan, menanggapi berita bahwa di Pulau Jawa kesulitan memperoleh bibit bebek.
Hanya dengan sekam, orang bisa menetaskan telur bebek sampai 4.000 butir. Padahal melalui mesin tetas listrik yang mahal, hanya bisa menetaskan 600 butir. Tidak cuma itu, pembuatannya juga mudah dan murah tanpa harus menggunakan energi listrik atau uap. Selama ini orang beranggapan, menetaskan telur bebek hanya dapat dilakukan melalui pengeraman pada induk entok, ayam kampung, mesin penetas yang banyak menggunakan listrik. Namun hasilnya tidaklah menggem-birakan, karena terbatas jumlah telur yang dierami (30 - 35 butir), dan yang menetas menjadi anak bebek hanya separohnya, sisanya busuk. Sedangkan mehlui mesin penetasan hasilnya mencapai 600 butir, tapi biaya yang dikeluarkan sangat tinggi. Tapi di Sulawesi Selatan, sebagai sentra bebek Alabio, penetasan dilakukan dengan menggunakan sekam tanpa bantuan listrik. Hasilnya, lebih ekonomis dan efisien. Sekali penetasan bisa menghasilkan sekitar 4.000 butir telur. Inilah yang membuat para peternak mengembangkan ternaknya melalui sekam padi. Berikut cara yang mereka lakukan.
Keranjang penetasan
Keranjang penetasan ini dibuat dari bambu yang dianyam berbentuk silinder, dengan kapasitas 1.000 butir. Keranjang diletakkan pada bak yang terbuat dari papan berukuran tinggi 1 m dan lebar 60 cm. Baknya berisi 4 keranjang, yang dibagian sela-sel,anya diberi sekam sampai terbenam, kecuali mulut keranjang. Sedangkan rak penetasan telur, dibuat dari kayu, bentuknya persegi panjang dan dibuat bertingkat. Rak inibaru digunakan, setelah telur berada dalam bak selama 16 hari.
Pilih telur yang baik. Karena telur merupakan bahan utama penetasan, maka harus diperhatikan benar mutunya.
Telur dipilih yang memiliki kulit kerabang yang tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal. Kerabang yang terlalu tipis akan mudah pecah dan sebaliknya terlalu tebal akan menyulitkan proses penetasan. Warna telur, sebaiknya dipilih yang tidak terlalu hijau atau pucat. Bentuknya normal, yaitu bulat telur merata, dengan berat minimal 65 gram per butir. Telur seperti ini tidak dihasilkan dari induk yang baru pertama kali bertelur, tapi sudah melewati masa moulting/bulu rontok atau berumur 1,5 tahun. Namun menurut Ir. Agus, peternak dari Banjarmasin, telur yang berumur 10 bulan pun sebenarnya baik untuk ditetaskan. Alasannya, karena telur yang dihasilkan dari bebek ini akan kuat dan tahan terhadap penyakit. Selain cara itu, dapat pula dilakukan pemilihan telur dengan menggunakan bantuan teropong guna melihat isi kuning telurnya. Jika terlihat ada tanda berwarna merah tepat di tengah, berarti bibit baik untuk ditetaskan.
Proses penetasan
Setelah telur terkumpul baru dilap dengan lap basah dan dijemur selama 1 /4 jam. Tujuannya untuk menghilangkan air dan bibit penyakit yang melekat pada kerabang telur. Bersamaan dengan penje muran telur tetas, perlu dilakukan penjemuran sekamnya, agar sekamnya hangat. Selanjutnya telur.dan sekam yang sudah siap, dimasukkan ke dalam keranjang yang telah dilapisi bagian dalamnya dengan kertas atau plastik. Peletakan dapat dilakukan berselingan antara telur dan sekam. Pada lapisan dasar terlebih dahulu dimasukan sekam setinggi telur, selanjutnya dimasukkan telur dengan posisi terlentang, dan terakhir dilapisi dengan kain atau kertas semen. Lapisan kedua kembali masukkan sekam, menyusul telur dan terakhir sekam Iagi. Begitulah seterusnya sampai keranjang itu penuh. Pada lapisan akhir keranjang ditutupi dengan kain atau plastik.
Seperti pada penggunaan mesin tetas, pada alat penetasan sekam ini pun telur perlu dibolak-balik 2 atau 3 kali sehari. Namun harus diperhartikan, agar pemanasan dan proses penetasan bisa berlangsung merata untuk semua telur yang ditetaskan, maka peletakan atau susunan telurnya ditukar. Yang tadinya ada dibagian paling atas ditaruh pada lapisan paling bawah dan begitu seterusnya sampai susunan telur itu tertukar semua. Pada hari kelima , telur dibolak-balik kembali, tapi tanpa menggunakan sekam, kecuali pada lapisan atas dan bawah (alas).
0 Response to "Meraup Keuntungan Besar Lewat Ternak Bebek"
Posting Komentar